Aku beberapa bulan lalu membaca artikel di internet dengan judul "hal yang sebaiknya kamu lakukan sekali seumur hidup" dalam daftar tersebut yang buat aku terkesan adalah pertama yaitu traveling sendiri, kedua yaitu naik gunung.
Aku tipe orang yang suka belanja sendiri, pengurusan sendiri dan lainnya. Bukan benci ditemani cuma aku jomblo :D LOL hehe nggak Ding !
Aku takut ngerepotin ajah soalnya aku pemilih :P #sadardiri kecuali sahabat yang temani aku nggak terlalu risih. Yah kalau emak ... Iyain ajah deh ! AMAN.
Jadi pada bulan Oktober 2017 kemarin kira-kira skripsi aku udah selesai 90% sahabat aku mawar ngajakin aku naik gunung. Yah simpel aja pemikiran aku aji mumpung kan beda sama jalan-jalan lain yang modalnya duit. Bisa pergi kapan saja aku mau.
Nah gunung, biar aku udah nabung kan kalau gak ada temannya yah nggak bisalah, cari mati.
Aku berangkat dari rumah setelah sholat Jum'at dengan modal baju, jaket, celana denim putih, dan sepatu karet cewek yang sedang dipakai. Dalam tas baju kaos satu, kain Bali, perlengkapan mandi, hp dan senter.
Sampai kosan temen, yang senior pada geleng-geleng karena perlengkapan aku yang suram plus ijin cuma semalam.
Segala hal-hal yang kurang sudah dicover di kosan temen. Berangkat lah kita setim 2 cewek (aku dan mawar) 3 cowok (Deo, Dadang, dan Didi).
Satu-satunya yang tahu jalan dan Medan adalah Deo, di antara kita berlima si Didi merupakan orang orang baru aku kenal.
Pendakian mulai jam 17:00 wit dengan sepatu cewek aku, sejam pertama pendakian itu luar biasa.
Nafas, detak jantungku berdebar ratusan per menit, keringat keluar bak biji jagung, muka merah berasa pipi ketarik, mata panas men. Oh ! Nggak ini buruk, bertahun nggak olahraga.
Hingga jam pukul 22:30 sedang gerimis kita sampai pada spot pendirian tenda pas dekat kali terus katanya ini udah setengah jalan menuju puncak. Tim putuskan untuk lanjut besok pagi.
Jam 08:00 Deo baru muncul abis tidur di goa, soalnya di tenda sempit berisik dan gak nyaman, kata itu orang.
Sambil makan pagi Deo bikin roti bakar, dia jelasin kalau ijin satu malam itu gak cukup apalagi kemarin kita starnya sore.
Dan tatapan ke empat orang itu beneran deh intimidasi banget, soalnya Deo tanyain semua tergantung aku lanjut gak?! Jawaban aku okelah lah kalau begitu. Tanggung coy !
Pendakian dimulai jam 9:30 khusus aku tanpa menyentuh barang apapun Deo, Dadang, Didi benar-benar sangat bantu bahkan botol air pun aku dilarang pegang, tak sampai disitu beberapa kali aku ditawarkan untuk digendong tapi walaupun tertatih kayaknya aku lebih pilih jalan.
Menuju puncak kali ini aku bersih kukuh kalau kak Deo harus di belakang aku, beliau nggak boleh di depan karena pasti bakal hilang jejak Saking cepat jalannya. Ini atas saran kak Dadang juga sih yang nyuruh aku ngomong.
Dalam perjalanan keringat masih ngucur tapi detang jantung, nafas udah lumayan terbiasa, aku selama perjalanan nenteng tongkat sakti terus. Yup kayu setinggi 60 cm yang dijadikan tongkat.
Tak sampai disitu, masih ingat aku pakai denim putih kebiruan?! Celana aku potong selutut pakai pisau dapur kecil karena kotor dan sedikit gerah, terus aku putuskan bertelanjang kaki, Untung gunung nggak ada beling yah kan.
Semakin tingginya gunung jenis tanah dan tanaman beda-beda, mulai dari tanah berkapur, tanah liat, tanah penuh akar, hampir menuju puncak tanahnya semua berlumut dan tumbuhannya makin lebat dan pendek-pendek.
Ah maaf nggak tahu nama tumbuhan soalnya !
Sampai puncak rasanya legah sekali. Kurang beruntung karena sedang hujan ditambah berkabut jadi pemandangan kebawah tidak jelas.
Tapi ada hal lain yang lebih menarik perhatian aku yaitu nggak disangka ada beberapa bunga liar dan angrek liar.
Those flowers are pretty damn beautiful.
Oh yah aku juga langsung telepon Mama kalau aku ijinnya jadi dua malam, beliau sempat ngomel panjang lebar karena aku bohong, walau beliau ngomel justru aku legah karena udah jujur :D.
Setelah para cowok cari air, masak, bikin kopi, intinya aku berasa nothing waktu itu, nggak bisa apa-apa, nggak kerja apa-apa. Fix jempol empat buat Deo, Dadang, Didi laki bener lah!
Dua jam dipuncak kita putuskan untuk turun,
Lagi, seperti biasa aku dan kak Deo belakangan untuk manipulasi rasa capek selama perjalanan banyak hal yang aku obrolin, Dadang, mawar dan Didi berada 20m jalan di depan kita, selama setengah jam mereka tiba-tiba menghilang.
Aku dan kak Deo coba berpikir positif mungkin aku yang jalannya terlalu lambat, mereka udah jauh karena udah ngerti jalur awal pas naik ke puncak.
Hampir setiap sepuluh menit aku dan Deo, teriak nama mawar, dadang, Didi dan selalu gak ada respon balas.
Jam 18:00 wit seratus meter dari letak tenda kemah tak terlihat ada seorang pun dan barang-barang masih tetap pada tempatnya gak ada perubahan sama sekali.
"Ah mereka lagi ngerjain kita kali" kata Deo, "yah nggak lucu kak" kata aku. Deo coba telusuri area dekat kemah dan sungai tetap tidak ada orang. "Fix mereka kesasar" kata Deo
Aku dan Deo bersihin diri, makan, diskusi, hasilnya habis sholat magrib Deo bakal cari tiga orang teman, sedangkan aku tetap tenda.
Parahnya senter cuma tinggal dua, satu di aku dan satu di mawar dan itu senter semuanya 80% low baterai.
Jam 19:00 berangkat Deo dengan senter dan aku sendiri di tenda tanpa penerangan.
Sumpah, aku ngerasa takut banget. Sendiri men di tengah gunung gelap gulita lagi. Berasa uji nyaii? Gak lah.
Uji nyali diawasi kamera punya lilin pula, nah aku, cuma Tuhan yang tahu.
Cuma mikir lagi, teman-teman aku lebih sengsara mana kesasar, kelaparan, dan kedinginan lagi hujan gak ada jaminan kalau malam ini mereka bakal ketemu.
Aku walaupun sendiri setidaknya ada makanan dalam tenda dan gak kehujanan, walaupun tenda ujung-ujungnya bocor.
Aku gak ikut Deo karena jalan aku tertatih, mata aku minus, kurang penerangan, otomatis aku bakal jadi beban lagi.
Dalam tenda aku makan Snack untuk hilangkan rasa takut, beberapa tahayul juga aKu pikirkan. Tidak lupa bedoa.
You know what aku sempat kepikiran film horror yah kalau aku mati disini otomatis aku mati kafir karena aku aku gak sholat 5 waktu. Atau kalau aku tidur pas bangunnya udah ada di tempat atau dunia lain ah ini mitos aku dengar di tempat kkn.
Udah tiga jam aku sendiri tiba-tiba ada senter yang tertuju pada tenda aku, pikir aku ini pendaki lain, kak Deo, atau bantuan teman mawar karena dari puncak ada signal buat telepon atau malah jin yang nyamar, oke pikiran aku udah campur aduk.
Cahaya mendekat eh ternyata dilan seseorang yang aku kenal juga ntah legah rasanya dan dia bersama seseorang katanya pelari gunung lupa nama yang langsung menuju kak Deo. Sedangkan dilan kasih aku senter dan temani aku ngobrol dari luar tenda.
Aku tetap diam dalam tenda sesuai kata Deo apapun yang terjadi harus tetap dalam tenda.
"Eh kamu gak dengar suara yang aneh biasanya dari sungai ini ada suara anak kecil main susun batu, pas pagi biasanya ada batu yang tersusun" kata dilan, "nggak, gak ada apa-apa tuh, biasa ajah, cuma gelap sama dingin" kata aku sok tegar.
Sekitar 40 menit Deo dan teman-teman lain datang basah kuyup, mawar gemetaran, katanya sempat nangis juga kata Dadang, tapi entah lah.
Ini udah Jan 23:00 wit malam mereka bersihin diri. Kita makan ramai-ramai. Terus para cowok-cowok ubah lokasi tenda agar bisa lebih besar dan nyaman.
Aku dan mawar tidur, walaupun gak bisa nyenyak paksain deh. Deo, dilan dan si pelari jagain kita sampai pagi.
Paginya dilan dan pelari pamit balik. Akhirnya kelompok kembali utuh makan pagi lagi Deo masak dan bahas semua kejadian yang terjadi mulai dari yang mengganjal, unek-unek, hal yang dilarang, klarifikasi, pengakuan, pokonya sampai tuntas.
Berakhir pada kita mandi bersih-bersih dan turun pendakian. Selama perjalanan balik cukub menyenangkan kan walau kaki mawar lecet perih katanya bagian belakang.
Sampai rumah aku jam 15:00 disambut dengan nasi Padang yang aku suruh ponakan aku beliin.